+62 852 9374 6110

sungging.s@gmail.com

Web Design

Your content goes here. Edit or remove this text inline.

Logo Design

Your content goes here. Edit or remove this text inline.

Web Development

Your content goes here. Edit or remove this text inline.

White Labeling

Your content goes here. Edit or remove this text inline.

VIEW ALL SERVICES 

Inovasi Baru: Menciptakan Konten Digital untuk Pelestarian Hutan

Inovasi Baru: Menciptakan Konten Digital untuk Pelestarian Hutan

Wana Karya Lestari kembali melahirkan inovasi untuk mendukung pelestarian hutan Gunung Slamet. Kali ini, lembaga yang berbasis di Desa Kemutug Lor ini membentuk tim konten kreator yang akan memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi, edukasi, dan inspirasi. Tim ini dipimpin oleh Akbar Bahaulloh, yang juga menjabat sebagai Ketua LMDH Wana Karya Lestari.

Program ini bukan hanya soal pembuatan konten biasa, tetapi juga mengintegrasikan aktivitas konservasi seperti patroli hutan dan birdwatching ke dalam narasi yang menarik. Dengan dokumentasi berbasis digital, Wana Karya Lestari ingin menunjukkan bahwa hutan tidak hanya menjadi sumber daya alam, tetapi juga aset yang bisa dimanfaatkan untuk edukasi dan peluang ekonomi tanpa merusaknya.

“Melalui media sosial, kami ingin menjangkau lebih banyak orang dan mengedukasi mereka tentang pentingnya menjaga alam. Kami juga berharap program ini dapat menjadi peluang usaha baru, di mana hutan tetap lestari, tetapi menghasilkan manfaat ekonomi,” ungkap Akbar Bahaulloh.

Saat ini, Akbar bersama timnya tengah mempersiapkan berbagai peralatan seperti kamera, smartphone, dan perlengkapan elektronik lainnya untuk mendukung kegiatan pembuatan konten. Ke depan, tim ini juga akan mengajak masyarakat sekitar dan komunitas pecinta alam untuk berkolaborasi, sehingga konten yang dihasilkan menjadi lebih beragam dan relevan.

Dengan langkah ini, Wana Karya Lestari ingin membuktikan bahwa pelestarian hutan bisa sejalan dengan kreativitas digital. Melalui konten yang mereka hasilkan, masyarakat tidak hanya diajak untuk mengenal keindahan Gunung Slamet, tetapi juga memahami pentingnya peran mereka dalam menjaga ekosistem. Ini adalah langkah nyata menuju pelestarian yang berkelanjutan, sekaligus peluang baru dalam memanfaatkan hutan dengan bijak. 🌿

Hidup Jadi Lebih Baik Karena Gunung Slamet: Ini Buktinya!

Hidup Jadi Lebih Baik Karena Gunung Slamet: Ini Buktinya!

Gunung Slamet: Benteng Alam dan Sumber Kehidupan Masyarakat Purwokerto

Gunung Slamet, dengan segala kemegahan dan mistismenya, bukan hanya sekadar gunung biasa bagi masyarakat Purwokerto dan sekitarnya. Gunung berapi aktif tertinggi di Jawa Tengah ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka, menjadi sumber kehidupan sekaligus benteng alam yang melindungi.

Sumber Air yang Melimpah

Salah satu peran paling vital Gunung Slamet adalah sebagai penyedia sumber air bersih. Hutan di lereng-lerengnya berfungsi sebagai penangkap hujan, yang kemudian meresap ke dalam tanah dan menjadi mata air. Mata air-mata air inilah yang kemudian mengalir menjadi sungai-sungai kecil, menyuburkan sawah dan ladang, serta memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat. Tanpa adanya Gunung Slamet, ketersediaan air bersih di wilayah Purwokerto dan sekitarnya akan sangat terancam.

Pengatur Iklim Mikro

Gunung Slamet juga berperan penting dalam mengatur iklim mikro di wilayah sekitarnya. Hutan di lereng gunung berfungsi sebagai penyejuk udara, mengurangi suhu ekstrem, dan mencegah terjadinya bencana alam seperti longsor. Pohon-pohon di hutan juga berfungsi sebagai penahan angin, sehingga mengurangi dampak angin kencang yang dapat merusak tanaman dan bangunan.

Potensi Wisata Alam

Keindahan alam Gunung Slamet dengan segala keunikannya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Banyak wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam, mendaki gunung, atau sekadar bersantai di kawasan wisata yang ada di sekitar gunung. Potensi wisata alam ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.

Nilai Spiritual dan Budaya

Bagi masyarakat setempat, Gunung Slamet memiliki nilai spiritual dan budaya yang sangat tinggi. Banyak mitos dan legenda yang berkembang di masyarakat tentang gunung ini. Gunung Slamet dianggap sebagai tempat tinggal para dewa dan leluhur. Oleh karena itu, masyarakat sering melakukan ritual-ritual tertentu di gunung sebagai bentuk penghormatan kepada alam dan leluhur.

Ancaman dan Upaya Pelestarian

Meskipun memiliki banyak manfaat, Gunung Slamet juga menghadapi berbagai ancaman seperti kerusakan hutan akibat penebangan liar, perambahan, dan kebakaran hutan. Selain itu, aktivitas vulkanik juga menjadi ancaman bagi masyarakat yang tinggal di lereng gunung.

Untuk mengatasi ancaman tersebut, diperlukan upaya pelestarian yang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:

  • Penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan dan penebangan liar.
  • Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
  • Pengembangan wisata alam yang berkelanjutan.
  • Peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam.

Kesimpulan

Gunung Slamet bukan hanya sekadar gunung, tetapi juga merupakan sumber kehidupan dan benteng alam bagi masyarakat Purwokerto dan sekitarnya. Oleh karena itu, kita semua harus ikut berperan aktif dalam upaya pelestarian Gunung Slamet agar manfaatnya dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Dampak Jika Gunung Slamet Rusak

Gunung Slamet: Lebih dari Sekedar Gunung

Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, Gunung Slamet memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Namun, apa yang akan terjadi jika keseimbangan alam di Gunung Slamet terganggu? Jika hutannya gundul dan lahan lindung berubah menjadi ladang pertanian, maka akan ada sejumlah dampak serius yang harus dihadapi.

Dampak terhadap Sumber Daya Air

  • Kekeringan: Hutan berfungsi sebagai penahan air hujan. Jika hutan gundul, air hujan akan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.
  • Kualitas Air Menurun: Hutan berfungsi sebagai filter alami yang menyaring air hujan sehingga air yang sampai ke sungai atau tanah dalam keadaan bersih. Tanpa hutan, air akan tercemar oleh tanah dan zat-zat kimia dari pertanian.

Dampak terhadap Iklim Mikro

  • Perubahan Suhu: Hutan membantu mengatur suhu udara. Tanpa hutan, suhu di sekitar Gunung Slamet akan menjadi lebih ekstrem, yaitu lebih panas pada siang hari dan lebih dingin pada malam hari.
  • Peningkatan Angin: Hutan berfungsi sebagai penahan angin. Tanpa hutan, angin akan bertiup lebih kencang dan dapat merusak tanaman dan bangunan.

Dampak terhadap Keanekaragaman Hayati

  • Punahnya Flora dan Fauna: Hutan adalah habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. Kerusakan hutan akan menyebabkan banyak spesies kehilangan habitat dan terancam punah.
  • Gangguan Ekosistem: Kerusakan hutan akan mengganggu keseimbangan ekosistem, sehingga dapat memicu munculnya hama dan penyakit.

Dampak terhadap Bencana Alam

  • Longsor: Hutan berfungsi mengikat tanah. Jika hutan gundul, tanah akan mudah longsor, terutama saat hujan deras.
  • Banjir Bandang: Hutan berfungsi menyerap air hujan. Jika hutan rusak, air hujan akan mengalir deras dan menyebabkan banjir bandang.

Dampak Ekonomi

  • Kemerosotan Sektor Pertanian: Kekurangan air bersih dan kerusakan tanah akan berdampak pada penurunan produktivitas pertanian.
  • Penurunan Pendapatan Masyarakat: Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan pariwisata akan mengalami penurunan pendapatan.

Upaya Mitigasi

Untuk mencegah terjadinya dampak-dampak buruk tersebut, diperlukan upaya mitigasi yang serius. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:

  • Reboisasi: Penanaman kembali hutan yang telah rusak.
  • Penerapan sistem pertanian berkelanjutan: Pertanian yang ramah lingkungan dan tidak merusak tanah.
  • Penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan: Memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang merusak hutan.
  • Peningkatan kesadaran masyarakat: Melalui edukasi dan sosialisasi, masyarakat perlu dibekali pengetahuan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
  • Pengembangan wisata alam yang berkelanjutan: Wisata alam dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat sekaligus sebagai sarana untuk melestarikan lingkungan.

Kesimpulan

Gunung Slamet adalah anugerah yang tak ternilai bagi masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu, kita semua harus menjaga kelestariannya. Jika kita tidak bertindak sekarang, maka kita akan kehilangan banyak hal yang berharga. Mari bersama-sama menjaga Gunung Slamet agar tetap lestari untuk generasi mendatang.

Gunung Slamet dan Keberlangsungan Hidup Masyarakat

Tentang Peran Gunung Slamet

  • Apa peran utama Gunung Slamet bagi masyarakat di sekitarnya? Gunung Slamet berperan sangat penting sebagai penyedia sumber air bersih, pengatur iklim mikro, potensi wisata alam, serta memiliki nilai spiritual dan budaya bagi masyarakat.
  • Bagaimana Gunung Slamet mempengaruhi iklim di wilayah sekitarnya? Hutan di Gunung Slamet berfungsi sebagai penyejuk udara, mengurangi suhu ekstrem, dan mencegah terjadinya bencana alam seperti longsor.

Dampak Kerusakan Gunung Slamet

  • Apa yang akan terjadi jika hutan di Gunung Slamet gundul? Jika hutan gundul, akan terjadi kekeringan, kualitas air menurun, peningkatan suhu, dan risiko bencana alam seperti longsor dan banjir bandang semakin tinggi.
  • Bagaimana kerusakan hutan di Gunung Slamet mempengaruhi keanekaragaman hayati? Kerusakan hutan akan menyebabkan banyak spesies flora dan fauna kehilangan habitat dan terancam punah, serta mengganggu keseimbangan ekosistem.
  • Apa dampak ekonomi dari kerusakan Gunung Slamet? Kerusakan Gunung Slamet akan berdampak pada penurunan produktivitas pertanian, penurunan pendapatan masyarakat, dan berkurangnya potensi wisata.

Upaya Pelestarian

  • Apa yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian Gunung Slamet? Upaya pelestarian meliputi reboisasi, penerapan pertanian berkelanjutan, penegakan hukum, peningkatan kesadaran masyarakat, dan pengembangan wisata alam yang berkelanjutan.
  • Bagaimana peran masyarakat dalam menjaga kelestarian Gunung Slamet? Masyarakat dapat berperan aktif dalam reboisasi, tidak melakukan perambahan hutan, serta melaporkan kegiatan yang merusak lingkungan.
Sinergi Pengentasan Kemiskinan: Pertemuan Kolaboratif Pengelola Hutan Desa

Sinergi Pengentasan Kemiskinan: Pertemuan Kolaboratif Pengelola Hutan Desa

Perhutanan Sosial Jadi Sorotan dalam Rembug Desa Membangun di Banyumas, Potensi dan Tantangan Dibahas Mendalam

Kedungbanteng – Acara Rembug Desa Membangun yang digelar di Desa Melung, Kabupaten Banyumas, menjadi ajang penting bagi para pelaku perhutanan sosial di wilayah tersebut untuk berbagi pengalaman, membahas tantangan, dan merumuskan langkah-langkah strategis dalam mengembangkan program yang semakin krusial ini. Pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan LPHD Wana Karya Lestari (Desa Kemutug Lor), LPHD Wana Lestari (Desa Karangsalam Lor), LPHD Rimba Lestari (Desa Karangmangu), LDPH Mugi Lestari (Desa Melung), dan LPHD Goa Damar (Desa Darmakradenan), dan tokoh masyarakat, serta Sigit Widodo sebagai pembina Gedhe Nusantara, menjadi momentum penting dalam mendorong percepatan dan keberhasilan perhutanan sosial di Jawa.

Perhutanan sosial, yang memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat, telah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan lingkungan, dan mengurangi konflik sosial. Namun, implementasi program ini di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan akses modal, rendahnya kapasitas sumber daya manusia, dan kurangnya dukungan kebijakan yang kondusif.

Dalam diskusi yang berlangsung hangat, para peserta membahas berbagai potensi dan tantangan yang dihadapi. Beberapa poin penting yang mengemuka antara lain:

  • Potensi Ekonomi: Perhutanan sosial memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan produk hutan non-kayu, wisata alam, dan jasa lingkungan. Beberapa desa di sekitar Gunung Slamet telah berhasil mengembangkan wisata alam yang berbasis pada keindahan alam hutan dan kearifan lokal.
  • Pelestarian Lingkungan: Perhutanan sosial berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan, keanekaragaman hayati, dan ekosistem. Dengan pengelolaan yang baik, hutan dapat berfungsi sebagai penyedia air bersih, pengatur iklim, dan penyerap karbon.
  • Kemitraan: Kemitraan antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta menjadi kunci keberhasilan perhutanan sosial. Kolaborasi yang kuat dapat menghasilkan sinergi yang positif dan mempercepat pencapaian tujuan program.
  • Tantangan Kelembagaan: Pembentukan dan penguatan kelembagaan masyarakat pengelola hutan merupakan tantangan yang tidak mudah. Dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk membangun kapasitas kelembagaan yang kuat.
  • Akses Modal: Keterbatasan akses modal menjadi kendala utama bagi masyarakat dalam mengembangkan usaha di sektor perhutanan sosial. Perlu adanya inovasi dalam skema pembiayaan yang dapat menjangkau masyarakat di tingkat desa.

Sigit Widodo dalam sambutannya memberikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan oleh para pengelola hutan desa. Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam memberikan akses terhadap sumber daya, teknologi, dan informasi. “Perhutanan sosial adalah kunci untuk mencapai keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Saya yakin dengan kerja sama yang baik, kita dapat mewujudkan desa hutan yang mandiri dan lestari,” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini, para peserta sepakat untuk membentuk forum komunikasi yang berkelanjutan untuk saling berbagi informasi, pengalaman, dan mencari solusi bersama. Selain itu, mereka juga akan mendorong pemerintah daerah untuk memberikan dukungan yang lebih konkret dalam bentuk kebijakan dan program yang mendukung pengembangan perhutanan sosial.

Pertemuan Rembug Desa Membangun di Banyumas telah menunjukkan semangat yang tinggi dari masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Dengan dukungan dari berbagai pihak, perhutanan sosial di Jawa memiliki potensi besar untuk menjadi model pembangunan desa yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengelola Hutan Desa: Kunci Sukses Perhutanan Sosial

Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi perhutanan sosial adalah terbatasnya kapasitas kelembagaan para pengelola hutan desa. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Kehutanan perlu mengambil peran yang lebih aktif dalam mendorong peningkatan kapasitas tersebut.

Mengapa Peningkatan Kapasitas Sangat Penting?

  • Pengambilan Keputusan: Kelembagaan yang kuat akan mampu mengambil keputusan yang tepat dalam pengelolaan hutan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
  • Manajemen Sumber Daya: Pengelolaan sumber daya hutan yang efektif memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus yang harus dimiliki oleh para pengelola.
  • Kemitraan: Kelembagaan yang kuat akan memudahkan dalam membangun kemitraan dengan berbagai pihak, seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat.
  • Adaptasi terhadap Perubahan: Perubahan iklim dan dinamika sosial ekonomi menuntut para pengelola hutan untuk terus belajar dan beradaptasi.

Apa Saja yang Perlu Ditingkatkan?

  • Pengetahuan Teknis: Pengelola hutan desa perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengelolaan hutan lestari, teknik budidaya tanaman hutan, pengolahan hasil hutan, dan pemasaran.
  • Keterampilan Manajemen: Keterampilan manajemen yang baik, seperti perencanaan, penganggaran, monitoring, dan evaluasi, sangat penting untuk keberlangsungan usaha.
  • Keterampilan Komunikasi: Kemampuan berkomunikasi yang efektif akan memudahkan dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dan menyelesaikan konflik.
  • Kepemimpinan: Pemimpin yang kuat dan visioner akan mampu memotivasi anggota kelompok dan membawa perubahan positif.

Peran Kementerian Kehutanan

  • Program Pelatihan: Kementerian Kehutanan perlu menyelenggarakan program pelatihan yang komprehensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas pengelola hutan desa.
  • Fasilitasi Akses Informasi: Menyediakan akses yang mudah terhadap informasi terkini tentang kebijakan, teknologi, dan pasar.
  • Pendampingan: Memberikan pendampingan teknis kepada pengelola hutan desa dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan.
  • Bantuan Keuangan: Menyediakan bantuan keuangan untuk mendukung kegiatan pelatihan dan pengembangan kelembagaan.

Contoh Program Pelatihan

  • Pelatihan teknis: Pengelolaan hutan lestari, agroforestri, pengolahan hasil hutan non kayu, pemasaran produk hutan.
  • Pelatihan manajemen: Perencanaan bisnis, pengelolaan keuangan, monitoring dan evaluasi, penyusunan laporan.
  • Pelatihan kepemimpinan: Pengembangan kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi efektif.

Peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola hutan desa merupakan investasi jangka panjang yang sangat penting untuk keberhasilan program perhutanan sosial. Dengan dukungan yang kuat dari pemerintah, khususnya Kementerian Kehutanan, diharapkan pengelola hutan desa dapat semakin mandiri dan berkontribusi dalam pembangunan daerah.

Tindakan Konkrit yang Dapat Dilakukan

  • Membentuk Forum Komunikasi: Membentuk forum komunikasi antara pemerintah, pengelola hutan desa, dan pemangku kepentingan lainnya untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi bersama.
  • Menetapkan Standar Kompetensi: Menetapkan standar kompetensi yang jelas bagi pengelola hutan desa.
  • Mengembangkan Kurikulum Pelatihan: Mengembangkan kurikulum pelatihan yang relevan dan disesuaikan dengan kebutuhan pengelola hutan desa.
  • Memberikan Sertifikasi: Memberikan sertifikasi kepada pengelola hutan desa yang telah mengikuti pelatihan dan memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.

Tanya Jawab Perhutanan Sosial di Desa Hutan Jawa

Tentang Perhutanan Sosial

  • Apa itu perhutanan sosial? Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang memberikan hak pengelolaan hutan kepada masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan lingkungan, dan mengurangi konflik sosial.

  • Apa saja skema perhutanan sosial? Skema perhutanan sosial di Indonesia meliputi hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

  • Apa perbedaan perhutanan sosial dengan pengelolaan hutan sebelumnya? Perbedaan utama terletak pada partisipasi masyarakat yang lebih aktif, tujuan yang lebih inklusif (tidak hanya komersial), dan fokus pada keberlanjutan lingkungan.

Tantangan dan Potensi

  • Apa saja tantangan dalam implementasi perhutanan sosial? Tantangan utama meliputi keterbatasan akses modal, rendahnya kapasitas sumber daya manusia, kurangnya sinergi antar lembaga, perubahan kebijakan yang sering, dan tekanan terhadap hutan.

  • Apa potensi dari perhutanan sosial? Potensi perhutanan sosial sangat besar, antara lain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan lingkungan, mengurangi konflik sosial, dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi daerah.

  • Bagaimana cara mengatasi tantangan dalam perhutanan sosial? Untuk mengatasi tantangan, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat, akses terhadap modal, dukungan kebijakan yang kondusif, serta sinergi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Peran Pemerintah dan Masyarakat

  • Apa peran pemerintah dalam perhutanan sosial? Pemerintah berperan dalam penyusunan kebijakan, pemberian izin, fasilitasi akses terhadap sumber daya, dan pengawasan.

  • Apa peran masyarakat dalam perhutanan sosial? Masyarakat berperan sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan. Mereka bertanggung jawab atas keberhasilan program dan pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan.

  • Bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam perhutanan sosial? Masyarakat dapat terlibat dengan membentuk kelompok tani hutan, mengajukan permohonan izin pengelolaan hutan, dan aktif dalam kegiatan pengelolaan hutan.

Peningkatan Kapasitas

  • Mengapa peningkatan kapasitas sangat penting bagi pengelola hutan desa? Peningkatan kapasitas diperlukan untuk mengambil keputusan yang tepat, mengelola sumber daya secara efektif, membangun kemitraan, dan beradaptasi terhadap perubahan.

  • Apa saja yang perlu ditingkatkan dalam kapasitas pengelola hutan desa? Pengetahuan teknis, keterampilan manajemen, keterampilan komunikasi, dan kepemimpinan perlu ditingkatkan.

  • Bagaimana cara meningkatkan kapasitas pengelola hutan desa? Melalui program pelatihan yang komprehensif, fasilitasi akses informasi, pendampingan teknis, dan bantuan keuangan.

Contoh Sukses dan Studi Kasus

  • Adakah contoh sukses perhutanan sosial di Indonesia? Ya, banyak desa di Indonesia yang telah berhasil mengelola hutan secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contohnya dapat ditemukan di berbagai daerah, termasuk Jawa.

  • Apa pelajaran yang dapat diambil dari studi kasus perhutanan sosial yang berhasil? Pelajaran yang dapat diambil antara lain pentingnya kepemimpinan yang kuat, partisipasi masyarakat yang aktif, dukungan pemerintah, dan adaptasi terhadap kondisi lokal.

Hutan Desa: Peluang Besar yang Bisa Hilang Jika Tidak Dikelola dengan Baik

Hutan Desa: Peluang Besar yang Bisa Hilang Jika Tidak Dikelola dengan Baik

Hutan Desa: Hak Kelola 35 Tahun, Peluang Besar untuk Kelestarian dan Kemakmuran

Hutan Desa, sebagai salah satu skema Perhutanan Sosial, memberikan hak kelola selama 35 tahun kepada masyarakat desa. Hak ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pengelolaan hutan yang bijaksana demi kesejahteraan sosial dan ekonomi, sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan. Namun, perlu diingat bahwa hak kelola ini bukanlah hak milik. Jika tidak dikelola dengan baik, hak tersebut dapat dicabut oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).

Mengapa Penting untuk Mengelola dengan Sungguh-Sungguh?
Hak kelola hutan desa adalah peluang besar yang harus dimanfaatkan secara maksimal. Dalam durasi 35 tahun, masyarakat memiliki kesempatan untuk:

Memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti madu, buah-buahan, dan rempah-rempah untuk meningkatkan ekonomi lokal.
Mengembangkan Ekowisata yang ramah lingkungan, seperti jalur pendakian, camping, dan birdwatching.
Menerapkan Agroforestri untuk pertanian berkelanjutan di sekitar kawasan hutan tanpa merusak ekosistemnya.
Namun, peluang ini juga datang dengan tanggung jawab besar. KLHK memiliki sistem evaluasi berkala untuk memastikan pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Jika ditemukan pelanggaran, seperti kerusakan lingkungan, penebangan liar, atau hutan dibiarkan tidak produktif, hak kelola dapat dicabut sebelum masa 35 tahun berakhir.

Langkah-Langkah Mengelola Hutan Desa dengan Baik
Rencana Kerja yang Terarah
Setiap lembaga pengelola hutan desa, seperti LPHD, perlu menyusun rencana kerja tahunan yang mencakup aktivitas konservasi, pemanfaatan ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat.

Melibatkan Semua Pihak
Partisipasi masyarakat desa menjadi kunci keberhasilan. Selain itu, dukungan dari pendamping, pemerintah, dan sektor swasta dapat memperkuat pengelolaan.

Pemanfaatan Teknologi
Digitalisasi menjadi alat penting untuk memantau, melaporkan, dan mempromosikan potensi hutan desa. Contohnya, penggunaan media sosial untuk memperkenalkan produk HHBK atau wisata hutan desa.

Prioritaskan Kelestarian
Keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian harus selalu dijaga. Penanaman pohon baru, pelestarian satwa, dan pengelolaan air menjadi langkah penting untuk menjaga ekosistem tetap sehat.

Konsekuensi Jika Tidak Dikelola
Hutan desa yang tidak dikelola dengan baik berisiko kehilangan hak kelola. Hal ini tidak hanya merugikan masyarakat desa tetapi juga merusak ekosistem hutan yang seharusnya memberikan manfaat jangka panjang. Pencabutan hak oleh KLHK berarti masyarakat kehilangan akses untuk memanfaatkan potensi hutan.

Kesempatan Emas untuk Masa Depan
Hak kelola selama 35 tahun adalah peluang besar untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan pengelolaan yang sungguh-sungguh, hutan desa bisa menjadi sumber kehidupan yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung kesejahteraan masyarakat desa.

Mari kita jaga hutan desa ini sebagai warisan untuk generasi mendatang—karena apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan masa depan mereka. 🌿✨

FAQ: Hutan Desa dan Hak Kelola 35 Tahun

1. Apa itu Hutan Desa dan hak kelola 35 tahun?
Hutan Desa adalah bagian dari program Perhutanan Sosial, yang memberikan hak kelola kepada masyarakat untuk mengelola hutan yang ada di sekitar desa mereka selama 35 tahun. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan sambil tetap menjaga kelestarian alam.

2. Apa bedanya hak kelola dengan hak milik?
Hak kelola pada Hutan Desa bukanlah hak milik. Masyarakat diberikan hak kelola untuk mengelola dan memanfaatkan hutan, tetapi tanah dan sumber daya alam tetap menjadi milik negara. Hak kelola ini dapat diperpanjang setelah 35 tahun jika pengelolaannya sesuai dengan prinsip keberlanjutan.

3. Apa yang harus dilakukan masyarakat yang mendapat hak kelola?
Masyarakat yang mendapatkan hak kelola wajib menyusun rencana kerja pengelolaan yang mencakup pemanfaatan hasil hutan seperti HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu), ekowisata, dan agroforestri. Mereka juga perlu memastikan kelestarian lingkungan dengan menjaga keberagaman hayati dan kualitas sumber daya alam.

4. Apa konsekuensi jika Hutan Desa tidak dikelola dengan baik?
Jika pengelolaan Hutan Desa tidak dilakukan dengan baik, KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dapat mencabut Surat Keputusan (SK) hak kelola sebelum masa 35 tahun berakhir. Hal ini bisa terjadi jika ditemukan kerusakan lingkungan atau pengelolaan yang tidak sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun.

5. Apa saja manfaat pengelolaan Hutan Desa bagi masyarakat?
Pengelolaan Hutan Desa dapat memberikan manfaat ekonomi melalui pemanfaatan HHBK, ekowisata, dan produk olahan hutan lainnya. Selain itu, pengelolaan yang baik juga dapat meningkatkan ketahanan pangan, membuka lapangan pekerjaan, dan mendukung keberlanjutan ekosistem yang ada.

6. Apakah pemerintah memberikan pendampingan dalam pengelolaan Hutan Desa?
Ya, pemerintah melalui KLHK serta lembaga pendamping lainnya memberikan pelatihan dan dukungan teknis untuk membantu masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Pendampingan ini termasuk dalam hal pengelolaan, pemasaran produk, dan keberlanjutan ekosistem.

7. Apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk memperpanjang hak kelola setelah 35 tahun?
Jika masyarakat telah menjalankan pengelolaan hutan yang berkelanjutan sesuai dengan rencana kerja dan melaporkan hasilnya secara transparan, mereka dapat mengajukan perpanjangan hak kelola kepada KLHK setelah 35 tahun. Perpanjangan ini akan diberikan jika semua ketentuan dipenuhi dan pengelolaan hutan terbukti berhasil.

8. Bisakah hutan desa diwariskan?
Karena hutan desa adalah hak kelola, bukan hak milik, maka hak ini tidak dapat diwariskan secara individu. Namun, lembaga pengelola yang ditunjuk dapat melanjutkan hak kelola selama memenuhi kewajiban yang ditetapkan.

9. Apa yang bisa dilakukan jika hak kelola dicabut?
Jika hak kelola dicabut oleh KLHK, masyarakat tidak lagi bisa mengelola hutan tersebut dan tidak akan mendapatkan manfaat dari sumber daya alam yang ada. Oleh karena itu, penting untuk mengelola hutan dengan bijak dan sesuai dengan aturan yang ada.

10. Bagaimana cara memulai pengelolaan Hutan Desa?
Masyarakat harus membentuk lembaga pengelola (seperti LPHD), menyusun rencana kerja yang sesuai dengan kebijakan pengelolaan hutan, dan bekerja sama dengan pendamping serta instansi terkait untuk memulai pengelolaan secara profesional dan berkelanjutan.

Melawan Kemiskinan Desa, Perhutanan Sosial Jadi Andalan di Forum Strategis Ini

Melawan Kemiskinan Desa, Perhutanan Sosial Jadi Andalan di Forum Strategis Ini

Rembug Desa Membangun: Wana Karya Lestari Dorong Perhutanan Sosial untuk Pengentasan Kemiskinan

BanyumasWana Karya Lestari turut ambil bagian dalam Rembug Desa Membangun, sebuah forum strategis yang digelar di Balai Desa Melung pada Jumat, 13 Desember 2024. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari perangkat desa, kelompok tani, pendamping desa, pelaku UMKM, hingga perwakilan sektor swasta, dengan fokus pembahasan pada percepatan pengentasan kemiskinan di desa-desa Indonesia melalui kolaborasi multipihak.

Daryono, sebagai perwakilan Wana Karya Lestari, memberikan pandangan tentang peran Perhutanan Sosial dalam mendukung pembangunan desa yang mandiri dan berkelanjutan. Dalam forum tersebut, ia menekankan bahwa program Perhutanan Sosial di kawasan Hutan Desa Kemutug Lor tidak hanya berkontribusi pada pelestarian lingkungan tetapi juga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat.

“Potensi lokal yang ada di kawasan hutan desa dapat menjadi pilar penting untuk mengatasi kemiskinan. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta adalah kunci keberhasilan program ini,” ungkap Daryono.

Perhutanan Sosial: Solusi untuk Desa yang Mandiri

Dalam diskusi tersebut, Perhutanan Sosial diangkat sebagai salah satu strategi kunci untuk mendorong pemberdayaan ekonomi desa. Melalui program ini, masyarakat mendapatkan akses legal untuk mengelola hutan dengan prinsip kelestarian lingkungan. Di Desa Kemutug Lor, Wana Karya Lestari telah berhasil memanfaatkan program ini untuk berbagai kegiatan produktif seperti ekowisata, budidaya madu, dan konservasi lingkungan.

Para peserta juga menyepakati bahwa pengelolaan hutan berbasis masyarakat perlu didukung dengan inovasi, termasuk digitalisasi. Melalui digitalisasi, potensi hutan desa dapat lebih mudah dipromosikan kepada khalayak luas, membuka peluang kolaborasi yang lebih besar dengan sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya.

Langkah Konkret dari Rembug Desa Membangun

Rembug Desa Membangun menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, antara lain:

  • Percepatan Izin PS KHDPK: LPMDPH akan memfasilitasi audiensi dengan Kementerian Kehutanan untuk memastikan penerbitan izin pengelolaan hutan sosial berjalan lebih lancar.
  • Inovasi Digitalisasi Desa: Mendorong desa-desa untuk mengadopsi teknologi digital sebagai alat promosi dan transparansi dalam pengelolaan potensi lokal.
  • Penguatan Kolaborasi Multipihak: Menggandeng sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan model pengelolaan desa yang lebih berkelanjutan.

Harapan untuk Masa Depan Desa

Partisipasi Wana Karya Lestari dalam forum ini mempertegas komitmen lembaga dalam mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat sebagai solusi pengentasan kemiskinan. Daryono juga menekankan bahwa kolaborasi dan inovasi menjadi elemen penting untuk mewujudkan desa yang mandiri dan sejahtera.

Dengan hasil-hasil diskusi yang konkret, Rembug Desa Membangun diharapkan menjadi momentum untuk mendorong percepatan pembangunan desa, tidak hanya di Banyumas tetapi juga di berbagai wilayah Indonesia lainnya. 🌿✨

LPMDPH Bahas Masa Depan Perhutanan Sosial Bersama Kelompok Tani Banyumas dan Sekitarnya

LPMDPH Bahas Masa Depan Perhutanan Sosial Bersama Kelompok Tani Banyumas dan Sekitarnya

Purbalingga, 15 Desember 2024 – Acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Desa dan Perlindungan Hutan (LPMDPH) berhasil menjadi forum produktif untuk membahas berbagai tantangan dan peluang dalam program Perhutanan Sosial (PS KHDPK). Bertempat di Aula Gubug Tani, Desa Tlagayasa, Kecamatan Bobotsari, kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan kelompok tani dari lima kabupaten, termasuk Banyumas, serta pendamping dari berbagai instansi.

Acara ini difokuskan pada dua hal utama: menyusun strategi audiensi untuk mempercepat proses penerbitan izin PS KHDPK yang masih tertunda dan memperkuat pengelolaan kawasan melalui digitalisasi kegiatan kelompok tani.

Audiensi untuk Percepatan Izin PS KHDPK

Para peserta, termasuk perwakilan dari kelompok tani di Banyumas, mengeluhkan proses penerbitan izin yang belum kunjung selesai. Hal ini dinilai menghambat rencana pengelolaan lahan dan program pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, LPMDPH menyarankan adanya audiensi bersama Kementerian Kehutanan agar masalah ini dapat segera diselesaikan.

LPMDPH akan memfasilitasi koordinasi antar kelompok tani untuk merumuskan poin-poin penting yang akan disampaikan dalam audiensi. Harapannya, langkah ini bisa memberikan kejelasan dan solusi konkret bagi kelompok tani yang telah lama menunggu kejelasan izin.

Digitalisasi untuk Perhutanan Sosial yang Berdaya Saing

Salah satu sesi diskusi menarik datang dari Akbar Bahaulloh, perwakilan Wana Karya Lestari. Akbar berbagi pengalaman bagaimana Wana Karya Lestari telah memanfaatkan teknologi digital untuk mendukung transparansi dan promosi kegiatan mereka.

“Digitalisasi adalah kunci untuk memperluas jangkauan program kita. Dengan membuat website atau platform online, masyarakat dapat lebih mudah mengenal potensi hutan desa, dan peluang kolaborasi dengan pihak luar juga semakin besar,” jelas Akbar.

Ia mengajak kelompok tani lain untuk mulai memanfaatkan teknologi digital, baik untuk mendokumentasikan kegiatan, mempromosikan produk, maupun menjalin komunikasi dengan pihak terkait. Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan daya saing pengelolaan Perhutanan Sosial di tengah perkembangan zaman.

Komitmen Bersama untuk Masa Depan Perhutanan Sosial

Acara yang berlangsung interaktif ini diharapkan dapat menjadi pijakan awal untuk langkah-langkah strategis yang lebih konkret, baik dalam hal audiensi maupun inovasi pengelolaan. Dengan kolaborasi antara LPMDPH, kelompok tani, dan pendamping Perhutanan Sosial, masa depan pengelolaan KHDPK diyakini akan lebih cerah.

“Kami optimis dengan adanya diskusi seperti ini. Tantangan seperti izin yang belum selesai atau kendala teknologi bisa kita atasi bersama-sama,” ujar salah satu peserta dari Banyumas.

LPMDPH menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi kelompok tani dan memastikan pengelolaan Perhutanan Sosial menjadi model keberhasilan yang berkelanjutan. 🌿✨

Cafe Kompas: Wujud Pengembangan Ekowisata di Hutan Desa Kemutug Lor

Cafe Kompas: Wujud Pengembangan Ekowisata di Hutan Desa Kemutug Lor

Sebagai bagian dari inovasi pengelolaan Perhutanan Sosial, Wana Karya Lestari resmi membuka Cafe Kompas, sebuah unit usaha baru di bawah KUPS Wana Wisata Lembah Slamet. Terletak di kawasan Hutan Desa Kemutug Lor, cafe ini dirancang untuk mendukung ekowisata berbasis masyarakat sambil mempromosikan kelestarian lingkungan.

Grand Opening Cafe Kompas dirayakan dengan acara syukuran sederhana yang dihadiri oleh pengurus harian Wana Karya Lestari bersama keluarga mereka. Acara ini menjadi simbol rasa syukur sekaligus komitmen untuk memulai langkah baru dalam pengelolaan hutan yang tidak hanya lestari tetapi juga produktif secara ekonomi.

Penghubung Wisata dan Komunitas Lokal

Cafe Kompas berfungsi sebagai pusat aktivitas bagi wisatawan yang berkunjung ke Hutan Desa Kemutug Lor, baik untuk mendaki Gunung Slamet, menikmati Camping Forest, maupun sekadar bersantai menikmati suasana asri kawasan hutan. Selain menyajikan makanan dan minuman khas lokal, cafe ini juga direncanakan menjual produk-produk hasil hutan bukan kayu, seperti madu, kopi, dan teh herbal yang menjadi andalan masyarakat sekitar.

“Cafe ini bukan hanya tempat untuk bersantai tetapi juga penghubung antara wisatawan dan produk-produk lokal masyarakat. Dengan konsep yang menyatu dengan alam, kami berharap Cafe Kompas menjadi daya tarik baru di lereng Gunung Slamet,” ujar Ketua KUPS Wana Wisata Lembah Slamet, L. Hayuwanto.

Konsep Ramah Lingkungan

Mengusung prinsip keberlanjutan, Cafe Kompas dibangun dengan memanfaatkan bahan-bahan alami seperti bambu. Desain ini tidak hanya estetis tetapi juga mendukung pelestarian lingkungan. Lokasi cafe yang strategis di dekat jalur pendakian juga memudahkan pengunjung menikmati layanan tanpa mengganggu ekosistem hutan.

Komitmen untuk Pelestarian dan Pemberdayaan

Pembukaan Cafe Kompas menjadi bagian dari upaya Wana Karya Lestari dalam mengintegrasikan pelestarian hutan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui KUPS, masyarakat setempat dilibatkan dalam pengelolaan cafe dan aktivitas pendukung lainnya. Dengan kolaborasi ini, diharapkan kawasan Hutan Desa Kemutug Lor terus berkembang sebagai model Perhutanan Sosial yang sukses.

Untuk wisatawan yang ingin menikmati suasana alam sekaligus mendukung ekowisata berbasis komunitas, Cafe Kompas kini siap menyambut Anda di lereng Gunung Slamet. 🌿☕

Wana Karya Lestari Bangun Gerbang Baru Pendakian Gunung Slamet untuk Dukung Ekowisata

Wana Karya Lestari Bangun Gerbang Baru Pendakian Gunung Slamet untuk Dukung Ekowisata

Sebagai bagian dari pengelolaan kawasan hutan desa yang berkelanjutan, Wana Karya Lestari memulai pembangunan gerbang pendakian baru untuk jalur Gunung Slamet via Baturraden. Gerbang ini dirancang untuk menggantikan gerbang lama yang letaknya cukup jauh dari jalur utama, dengan lokasi baru yang lebih strategis di samping basecamp Wana Karya Lestari, dekat jalan raya Baturraden-Serang.

Gerbang baru ini tidak hanya mempermudah akses bagi para pendaki tetapi juga menjadi simbol komitmen Wana Karya Lestari dalam meningkatkan pengalaman wisata berbasis komunitas. “Kami ingin memastikan jalur pendakian lebih mudah dijangkau, sekaligus mendukung tata kelola ekowisata yang lebih terorganisasi,” ujar L. Hayuwanto, Ketua KUPS Wana Wisata Lembah Slamet.

Selain membangun gerbang, Wana Karya Lestari juga menggagas berbagai inisiatif pendukung, seperti:

  • Perawatan Jalur Pendakian: Bersama komunitas pecinta alam, jalur dari basecamp hingga pos-pos pendakian rutin dibersihkan dan diperbaiki.
  • Pengelolaan Wisata Ramah Lingkungan: Setiap pendaki yang melewati gerbang baru akan mendapatkan edukasi tentang peraturan pendakian dan pentingnya menjaga ekosistem hutan.

Dengan pendekatan berbasis masyarakat, Wana Karya Lestari berharap inisiatif ini tidak hanya meningkatkan potensi wisata tetapi juga memperkuat kesadaran akan pelestarian lingkungan. Langkah ini sejalan dengan semangat program Perhutanan Sosial yang mengintegrasikan pengelolaan hutan dengan pemberdayaan ekonomi lokal.

Gerbang baru ini dirancang untuk selesai dalam waktu dekat dan diharapkan menjadi salah satu daya tarik utama jalur Gunung Slamet via Baturraden. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi platform resmi Perhutanan Sosial Banyumas.

Hutan Desa Kemutug Lor sebagai Model Pelestarian Hutan Desa di Banyumas

Hutan Desa Kemutug Lor sebagai Model Pelestarian Hutan Desa di Banyumas

Hutan Desa Kemutug Lor kembali menjadi sorotan positif dalam pelestarian lingkungan dengan digelarnya kegiatan penanaman pohon bersama pada peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia. Acara yang diinisiasi oleh Wana Karya Lestari ini berhasil mengundang partisipasi berbagai komunitas pecinta alam dari wilayah Banyumas dan sekitarnya. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan tutupan hijau di kawasan hutan desa, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam mendukung keberlanjutan ekosistem.

Kegiatan ini diawali dengan sambutan dari perwakilan Wana Karya Lestari yang menjelaskan pentingnya sinergi antara masyarakat, komunitas, dan pihak-pihak terkait dalam mengelola sumber daya hutan secara lestari. “Penanaman pohon ini adalah simbol dari upaya kolektif kita untuk menjaga kelestarian hutan dan kehidupan di dalamnya. Melalui kolaborasi ini, kami berharap Hutan Desa Kemutug Lor dapat menjadi contoh pengelolaan hutan yang berorientasi pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Willy Daeng Kumara, salah satu perwakilan Wana Karya Lestari.

Kawasan hutan desa yang dikelola oleh Wana Karya Lestari telah lama menjadi bagian dari program Perhutanan Sosial di Banyumas. Kegiatan seperti ini tidak hanya mendorong penghijauan, tetapi juga memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya hutan dalam mitigasi perubahan iklim dan menjaga keanekaragaman hayati. Beberapa komunitas seperti BAAJ Peduli Alam dan Forum Pohon Langka Indonesia (FPLI), LPP PCNU Banyumas, MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) Banyumas, Bio Explorer Unsoed, dan MIPL (Mahasiswa Informatika Peduli Lingkungan) turut berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam konservasi, memperkaya diskusi selama acara.

Dengan luas kawasan yang terus dijaga kelestariannya, Hutan Desa Kemutug Lor diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi hutan desa lain di Banyumas. Wana Karya Lestari menegaskan komitmen mereka untuk terus menggalakkan program seperti ini, seraya memperkuat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan. Kegiatan ini menunjukkan bagaimana Perhutanan Sosial dapat menjadi solusi bagi pelestarian lingkungan sekaligus mendukung kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Wana Karya Lestari Tingkatkan Kapasitas Hukum dan Bisnis dalam Pengelolaan Hutan

Wana Karya Lestari Tingkatkan Kapasitas Hukum dan Bisnis dalam Pengelolaan Hutan

Baturraden, 22-23 November 2024 – Wana Karya Lestari menghadiri pelatihan bertajuk Penguatan Hukum Bisnis Berbasis Masyarakat dan Ekologis Bersama Petani Hutan di Jawa, yang diadakan oleh Perkumpulan HuMa dan Dewan Kehutanan Nasional (DKN)  di Wisata Alam Bukit Tengtung, Desa Karangsalam Lor, Kecamatan Baturraden, Banyumas. Pelatihan ini dirancang untuk memperkuat kemampuan masyarakat pengelola hutan dalam menghadapi berbagai tantangan terkait akses, perjanjian bisnis, dan pengelolaan kawasan hutan berbasis ekologi.

Melalui pelatihan ini, peserta memperoleh pemahaman mendalam tentang mekanisme bisnis hutan dan dasar-dasar hukum yang penting dalam perjanjian kerja sama. Fokus utama acara adalah melatih peserta agar mampu menegosiasikan hak-hak mereka dengan adil dan menjalin perjanjian yang tidak merugikan masyarakat. Hal ini menjadi penting mengingat beberapa temuan HuMa dalam Ekspedisi Hutan Jawa menunjukkan bahwa masyarakat sering kali berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pengelolaan hutan.

Perwakilan dari Wana Karya Lestari menyambut baik pelatihan ini. “Kegiatan ini memberikan banyak wawasan baru bagi kami, terutama tentang bagaimana memastikan kesepakatan bisnis yang berpihak pada masyarakat serta tetap menjaga prinsip keberlanjutan,” ujar salah satu perwakilan.

Sebagai kelompok yang aktif dalam pengelolaan kawasan hutan Desa Kemutug Lor, Wana Karya Lestari melihat pelatihan ini sebagai peluang untuk memperkuat langkah mereka dalam menjaga kelestarian hutan sembari mengembangkan usaha berbasis komunitas. Selain itu, forum diskusi yang melibatkan peserta dari berbagai wilayah di Pulau Jawa juga membuka ruang berbagi pengalaman dan strategi dalam pengelolaan hutan.

Menurut Sahdi Sutisna dari Kamar Masyarakat Dewan Kehutanan Nasional Regio Jawa menjelaskan kegiatan ini untuk memberikan pemahaman hukum yang utuh terkait dengan hak-hak masyarakat desa hutan dalam melakukan usaha ataupun bisnis di sektor kehutanan, sehingga dengan pelatihan ini peserta mempunyai landasan yang kuat dalam melakukan perjanjian bisnis dan pengelolaan kawasan hutan berbasis ekologi.

Dengan keikutsertaan dalam pelatihan ini, Wana Karya Lestari berharap dapat terus meningkatkan kapasitas anggotanya dan menjadi contoh pengelolaan hutan yang tidak hanya berkelanjutan secara ekologis, tetapi juga bermanfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Wana Karya Lestari Ikuti Pelatihan Penguatan Hukum Bisnis Berbasis Masyarakat dan Ekologis