Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, popok bayi sekali pakai telah menjadi kebutuhan esensial bagi banyak orang tua. Namun, di balik kepraktisannya, tersembunyi pula sebuah konsekuensi: sampah popok bayi yang menggunung. Diperkirakan, satu bayi menghabiskan sekitar 3.000 popok selama masa balitanya, menghasilkan tonase sampah plastik yang fantastis.
Namun, secercah harapan muncul dari penelitian inovatif yang membuka potensi tersembunyi limbah popok bayi. Bagian inti popok, gel penyerap, menyimpan potensi luar biasa untuk diubah menjadi media tanam yang subur.
Apa itu Gel Penyerap Popok Bayi?
Gel penyerap, umumnya terbuat dari bahan poliakrilamida, memiliki kemampuan luar biasa untuk menyerap dan menahan cairan dalam jumlah besar. Sifat inilah yang menjadikannya ideal untuk popok bayi.
Mengapa Gel Penyerap Popok Bayi Bisa Menjadi Media Tanam?
Kapasitas Menahan Air: Gel penyerap memiliki kemampuan menahan air hingga 30 kali beratnya. Hal ini berarti media tanam yang dibuat dari gel penyerap popok mampu menyimpan air lebih lama, sehingga mengurangi frekuensi penyiraman dan meminimalisir risiko kekeringan pada tanaman.
Struktur Porous: Gel penyerap memiliki struktur berpori yang memungkinkan sirkulasi udara dengan baik di dalam media tanam. Sirkulasi udara yang optimal mendukung pertumbuhan akar tanaman dan mencegah pembusukan akar.
Kandungan Nutrisi: Gel penyerap mengandung serat yang dapat diurai menjadi nutrisi bagi tanaman seiring waktu.
Bagaimana Cara Mengubah Gel Penyerap Popok Bayi Menjadi Media Tanam?
Prosesnya cukup sederhana:
Pisahkan gel penyerap dari popok bayi.
Fermentasi Gel dengan menggunakan EM4 agar kotoran bayi menjadi unsur hara yang stabil dan mudah diserap oleh tanaman. Lakukan fermentasi kurang lebih selama 14 hari.
Setelah difermentasi, gel siap dicampur dengan media tanam. Campurkan gel penyerap dengan media tanam lain seperti tanah, cocopeat, atau sekam bakar dengan perbandingan 1 gel : 3 media tanam.
Media tanam siap digunakan untuk menanam berbagai jenis tanaman.
Manfaat Mengubah Gel Penyerap Popok Bayi Menjadi Media Tanam:
Mengurangi sampah popok bayi: Dengan mengubah gel penyerap menjadi media tanam, jumlah sampah popok bayi yang dibuang ke TPA dapat dikurangi.
Media tanam yang efektif: Gel penyerap menawarkan berbagai keuntungan sebagai media tanam, seperti kapasitas menahan air yang tinggi, struktur porous, dan kandungan nutrisi.
Ramah lingkungan: Penggunaan media tanam gel penyerap popok mengurangi kebutuhan akan sumber daya alam lainnya yang berpotensi merusak lingkungan.
Pemanfaatan limbah: Mengubah limbah popok bayi menjadi media tanam merupakan contoh penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan.
Potensi Pengembangan:
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan gel penyerap popok bayi sebagai media tanam. Hal ini termasuk mengembangkan formulasi media tanam yang ideal untuk berbagai jenis tanaman, menguji efektivitasnya dalam jangka panjang, dan memastikan keamanannya bagi lingkungan.
Kesimpulan:
Gel penyerap popok bayi, yang selama ini dianggap sebagai sampah, menyimpan potensi luar biasa untuk diubah menjadi media tanam yang subur dan ramah lingkungan. Dengan pendekatan inovatif dan penelitian berkelanjutan, limbah popok bayi dapat ditransformasi menjadi sumber daya yang bermanfaat dan mendukung upaya pelestarian lingkungan.
Pembenahan Basecamp LPHD Kemutug Lor: Lingkungan yang Lebih Teratur dan Nyaman
Pada hari ini, Lembaga Pengembangan Hutan Desa (LPHD) Kemutug Lor meluncurkan inisiatif penataan dan pembenahan basecamp mereka. Langkah ini diambil untuk meningkatkan kenyamanan serta efisiensi operasional di lingkungan tersebut.
Dalam upaya penataan, pihak LPHD Kemutug Lor telah melakukan renovasi infrastruktur dasar basecamp dan peningkatan fasilitas sanitasi dan ruang istirahat juga menjadi fokus perbaikan.
Dalam merespons perubahan ini, Ketua LPHD Kemutug Lor, Bapak daryono dan anggota, menyatakan, “Kami berharap penataan ini tidak hanya memberikan dampak positif pada lingkungan kerja anggota LPHD, tetapi juga memberikan suasana yang lebih nyaman bagi masyarakat yang berkunjung ke basecamp kami.”
Selain peningkatan fisik, LPHD Kemutug Lor juga mengimplementasikan sistem manajemen yang lebih efisien. Penggunaan teknologi informasi ditingkatkan untuk memantau dan melacak proyek-proyek pengembangan hutan desa dengan lebih akurat.
Proyek penataan dan pembenahan basecamp LPHD Kemutug Lor ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat. Mereka berharap bahwa perubahan ini akan mendorong lebih banyak inisiatif pembangunan yang berkelanjutan dan mendukung kesejahteraan masyarakat.
Semua langkah ini sejalan dengan komitmen LPHD Kemutug Lor untuk terus berkembang dan berkontribusi positif dalam pengelolaan hutan desa serta pemberdayaan masyarakat sekitar.
Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kemutug Lor, Kabupaten Banyumas, sedang giat memajukan keberlanjutan lokal melalui upaya perawatan tanaman kapulaga dan persiapan penanaman sejumlah empon-empon, termasuk kunir, kunyit, laos, jahe, dan temulawak. Langkah ini diambil untuk memperkaya keanekaragaman tanaman rempah di wilayah tersebut, mendukung ekosistem, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pada hari Rabu 10 Januari 2024, anggota LPHD Kemutug Lor bahu-membahu melakukan perawatan intensif pada tanaman kapulaga yang sudah ditanam di kawasan hutan desa. Kegiatan ini melibatkan pemupukan, penyiraman, dan pemangkasan, sebagai bagian dari upaya menjaga produktivitas dan kualitas tanaman. Kapulaga dipilih sebagai fokus perawatan karena selain memiliki nilai ekonomi, tanaman ini juga terbukti mendukung keberlanjutan pertanian.
Sementara itu, sejumlah lahan di area LPHD Kemutug Lor telah disiapkan untuk penanaman empon-empon, termasuk kunir, kunyit, laos, jahe, dan temulawak. Persiapan ini mencakup pengolahan tanah, pemilihan lokasi yang tepat, serta pertimbangan aspek ekologis untuk memastikan kesesuaian dengan kondisi lingkungan. Pilihan jenis empon-empon tersebut tidak hanya berdasarkan nilai ekonomis, tetapi juga manfaat kesehatan dan keberlanjutan ekosistem.
Kepala LPHD Kemutug Lor, Bapak Daryono, menegaskan pentingnya diversifikasi tanaman lokal. “Dengan menyertakan tanaman empon-empon seperti kunir, kunyit, laos, jahe, dan temulawak dalam program ini, kita tidak hanya menciptakan keberagaman sumber daya alam, tetapi juga mendukung kesehatan masyarakat lokal dan memberikan alternatif ekonomi yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Pemerintah Desa Kemutug Lor memberikan dukungan penuh terhadap inisiatif LPHD ini dengan menyediakan bantuan teknis dan sarana prasarana yang diperlukan. Program perawatan kapulaga dan penanaman empon-empon di Kawasan Hutan Kemutug Lor diharapkan akan menjadi langkah positif dalam mencapai keseimbangan antara konservasi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, menunjukkan komitmen tinggi terhadap konservasi alam dan keberlanjutan dengan melaksanakan kegiatan penanaman bunga guna mendukung vegetasi pakan lebah Apis cerana dalam program budidaya lokal. Pada hari Rabu 10 Januari 2024, sejumlah anggota LPHD bersama masyarakat setempat aktif terlibat dalam kegiatan penanaman di area hutan desa.
Penanaman bunga ini dipilih secara cermat berdasarkan penelitian lokal dan konsultasi dengan ahli pertanian, dengan tujuan utama meningkatkan keanekaragaman vegetasi yang dapat menjadi sumber pakan optimal bagi lebah Apis cerana. Bunga-bunga yang dipilih tidak hanya mendukung kehidupan lebah, tetapi juga berkontribusi pada keseimbangan ekosistem hutan desa. Bunga-bunga tersebut antara lain Air Mata Pengantin, Kaliandra, dan Markisa.
Pemilihan lebah Apis cerana sebagai fokus budidaya dilakukan karena peran pentingnya dalam polinasi tanaman lokal, yang pada akhirnya berdampak positif pada hasil pertanian dan keanekaragaman hayati di sekitar wilayah tersebut. Dengan demikian, LPHD berharap kegiatan ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi melalui produksi madu, tetapi juga memberikan dampak positif pada ekosistem secara keseluruhan.
Selain itu, kegiatan ini menjadi contoh nyata kolaborasi antara pemerintah daerah, LPHD, dan masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian alam. Pemerintah daerah memberikan dukungan dan fasilitas yang diperlukan, sementara LPHD dan masyarakat berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan, menciptakan sinergi yang kuat untuk keberhasilan proyek ini.
Dengan adanya kegiatan penanaman bunga ini, diharapkan akan terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah lebah Apis cerana, meningkatkan produksi madu lokal yang bernama Madu Laras, dan memperkuat daya dukung lingkungan. Langkah ini sejalan dengan upaya global untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan memberikan kontribusi positif pada perubahan iklim melalui pelestarian ekosistem hutan desa.
Pada Rabu sore, 21 Desember 2022, suasana di sebuah cafe asri di kampus IPB Baranangsiang, Bogor, terasa istimewa. Para pegiat Perhutanan Sosial dari wilayah Gunung Slamet Barat, Banyumas, Jawa Tengah bersama Perhimpunan Burung Indonesia, berkumpul untuk bertemu dan berdiskusi dengan Guru Besar Kehutanan IPB, Prof. Hariadi Kartodiharjo. Acara ini menjadi momen berharga bagi perwakilan delapan lembaga pengelola hutan dan pemerintah desa yang hadir.
Diskusi ini berlangsung dalam suasana santai dan penuh keakraban. Prof. Hariadi Kartodiharjo, meskipun sibuk dengan tugas sebagai guru besar dan dosen, menyempatkan waktu untuk mendengarkan dan berdiskusi dengan para petani hutan. Kehadiran beliau memberikan semangat dan harapan bagi para pegiat Perhutanan Sosial yang selama ini berjuang mengelola hutan dengan prinsip keberlanjutan.
Pada sesi diskusi, Prof. Hariadi dengan cermat menyimak setiap kata yang diucapkan oleh para peserta. Beliau mendengarkan berbagai “curhatan” dan keluhan yang dihadapi oleh para petani hutan, mulai dari masalah birokrasi, tantangan dalam pengelolaan hutan, hingga harapan untuk masa depan Perhutanan Sosial di wilayah mereka. Ketelitian dan kesabaran beliau dalam menyimak serta memberikan masukan memberikan kesan mendalam bagi semua yang hadir.
Acara ini tidak hanya menjadi ajang berbagi pengalaman dan curhat, tetapi juga menjadi kesempatan bagi para peserta untuk mendapatkan wawasan baru dari Prof. Hariadi mengenai konsep dan praktik terbaik dalam pengelolaan hutan sosial. Beliau menekankan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, tata kelola kelembaga pengelola hutan, dan pemerintah untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Selain itu, Prof. Hariadi juga memberikan motivasi kepada para peserta untuk terus berinovasi dan mencari solusi kreatif dalam menghadapi tantangan yang ada. Beliau menegaskan bahwa peran aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan adalah kunci utama untuk menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Diskusi ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana para peserta berkesempatan untuk mengajukan pertanyaan langsung kepada Prof. Hariadi. Semua peserta merasa puas dan termotivasi dengan jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh beliau.
Kegiatan diskusi bersama Prof. Hariadi Kartodiharjo ini menjadi momen berharga yang memberikan inspirasi dan dorongan semangat bagi para pegiat Perhutanan Sosial. Keberhasilan acara ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk kolaborasi yang lebih erat antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam menjaga dan mengelola hutan Indonesia dengan lebih baik.
Nasehat dan masukan Prof.Hariadi Kartodiharjo selalu kami kenang, dan menjadi motivasi untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera.(redaksi)
Karangmangu, 30 November 2022 – Pemerintah Desa Karangmangu menggelar musyawarah desa di Aula Balai Desa Karangmangu, Kecamatan Baturraden. Acara ini dihadiri oleh 33 orang peserta yang terdiri dari unsur Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), tokoh RT dan RW, anggota PKK, serta Karang Taruna. Kegiatan ini terselenggarakan atas dukungan program Perhimpunan Burung Indonesia.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Karangmangu Cucud Waluyo menyampaikan harapannya agar dengan adanya sosialisasi Perhutanan Sosial dan peraturan desa terkait pengelolaan hutan, Desa Karangmangu dapat memiliki payung hukum untuk memanfaatkan potensi desa seperti air, wisata, dan potensi lainnya. Ia juga menekankan pentingnya peta wilayah hutan untuk mengetahui lokasi mana yang menjadi hak kelola Perhutani dan hak yang dapat diakses oleh desa atau kelompok masyarakat. “Kami berharap hutan dapat meningkatkan pendapatan desa dan mensejahterakan masyarakat,” ujar Kepala Desa.
Pada sesi presentasi yang disampaikan oleh Sungging dari Burung Indonesia dijelaskan tentang potensi dan peluang masyarakat Karangmangu untuk mengelola hutan sesuai aturan terbaru, yaitu Perhutanan Sosial di Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) sesuai SK MenLHK nomor 287 tahun 2022. Berdasarkan analisis tim GIS Burung Indonesia, menunjukkan luas hutan mencapai 512,48 hektar, termasuk kawasan hutan dengan pengelolaan khusus seluas 351,14 hektar.
Melalui kebijakan Perhutanan Sosial (P.9/2021 & SK.287/2022), masyarakat diberi kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pemanfaatan hutan. Masyarakat perlu membentuk KTH, koperasi, atau lembaga desa yang kemudian membuat peta usulan dan pemdataan anggota untuk mengusulkan PS dengan skema Hutan Kemasyarakatan oleh KTH atau koperasi, dan hutan desa oleh lembaga desa. Untuk mendukung ini, desa perlu membuat peraturan desa agar masalah-masalah yang muncul bisa diselesaikan secara lokal.
Dalam sesi tanya jawab, beberapa pertanyaan diajukan oleh peserta diantaranya, Kepala Desa bertanya tentang cara desa mengelola hutan melalui lembaga desa. Selanjutnya perwakilan BPD mempertanyakan apakah desa memiliki wewenang mengatur hutan melalui perdes. Terakhir, Anggota LMDH menanyakan apakah lembaga yang sudah ada seperti LMDH bisa digunakan untuk pengusulan PS.
Menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh beberapa penanya, Sungging menjawab dengan beberapa point penjelasan diantaranya : Desa dapat mengelola hutan melalui lembaga desa yang dibentuk khusus, dengan anggotanya masyarakat pemanfaat hutan. Skema pengelolaannya adalah hutan desa dengan masa izin 35 tahun, Selanjutnya mengenai Perdes, fokusnya adalah mengatur subjek atau manusianya, dan tidak terlalu dalam untuk mengatur objek karena sudah diatur oleh pemerintah pusat. Untuk itu, Desa sebaiknya mengatur hal-hal teknis yang belum diatur secara rinci dalam regulasi diatasnya. Dan yang terakhir soal subjek pengusul PS di lokasi KHDPK, kriterianya adalah KTH, koperasi, atau Lembaga Pengelola Hutan Desa(LPHD). LMDH tidak bisa lagi digunakan sebagai subjek pengelola hutan diwilayah KHDPK. LMDH hanya bisa digunakan sebagai subjek kerjasama dalam skema Kemitraan Perhutani (KKP).
Dari musyawarah desa Karangmangu telah menghasilkan point – point kesepakatan diantaranya :
1. Tersusunnya norma-norma umum pelestarian dan pemanfaatan SDA Hayati di Desa Karangmangu.
2. Terbentuknya Tim Desa untuk penyusunan Perdes PPSDA, pengusulan PS, pemetaan lahan, dan pendataan biodiversity.
3. Tersusunnya rencana kerja tim desa.
Untuk selanjutnya acara ditutup oleh Kepala Desa dengan harapan bahwa hasil musyawarah ini dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Desa Karangmangu.
Limpakuwus, 25 November 2022 – Pemerintah Desa Limpakuwus menggelar musyawarah desa bertempat di Aula Balai Desa Limpakuwus. Acara yang dimulai pukul 19.30 WIB ini dihadiri oleh 21 orang peserta dari berbagai unsur, termasuk pemerintah desa, BPD, LMDH, Koperasi HPL, pemuda, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Limpakuwus Darko mengatakan bahwa sosialisasi penyusunan perdes dan Perhutanan Sosial ini sangat penting untuk diikuti bersama. Meskipun sebagian hutan di Desa Limpakuwus telah dikelola oleh Koperasi Hutan Pinus Limpakuwus bersama Perhutani, masih ada potensi aturan yang dapat dimanfaatkan oleh desa dan masyarakat untuk mengakses lahan hutan.
Dalam sesi paparan materi, Sungging perwakilan dari Burung Indonesia menjelaskan tentang potensi keragaman hayati dan peluang bagi masyarakat Limpakuwus untuk mengelola hutan dengan memanfaatkan aturan terbaru, yaitu Perhutanan Sosial di Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), sesuai SK Menteri LHK nomor 287 tahun 2022. Hingga kini, masyarakat Desa Limpakuwus hanya mengetahui bahwa kawasan hutan dapat dikelola bersama Perhutani. Berdasarkan analisis tim GIS Burung Indonesia, hutan seluas 422,54 hektar, berpotensi dikelola secara mandiri oleh masyarakat, bisa melalui skema Hkm atau Hutan Desa.
Lebih lanjut Sunggung menjelaskan informasi tentang kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati yang dimiliki Desa Limpakuwus. Selama ini, lahan, pohon, satwa, air, dan tumbuhan eksotis di hutan belum dipandang sebagai aset. Karena itu, banyak pihak yang memanfaatkan potensi tersebut secara tidak ramah lingkungan tanpa kita merasa dirugikan. Untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan memiliki atas aset tersebut, kita perlu memahami kebijakan Perhutanan Sosial yang telah disediakan pemerintah, yaitu P.9/2021 dan SK.287/2022. Kebijakan ini memberikan peluang kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pemanfaatan hutan.
Pada sesi tanya jawab, muncul beberapa pertanyaan dari LMDH yang meminta penjelasan lebih lanjut mengenai Perhutanan Sosial dan wilayah KHDPK. Bagaimana peluangnya bagi masyarakat dan apa manfaatnya bagi masyarakat desa? Bagaimana mekanisme dan syarat-syarat pengusulan perhutanan sosial di lokasi KHDPK? Kemudian dari BPD, Meminta penjelasan lebih detail tentang perlunya Perdes untuk pemanfaatan hutan ini?
Menjawab beberapa pertanyaan diatas, Sungging memberikan uraian jawaban sebagai berikut, Perhutanan Sosial (PS) adalah kebijakan pemerintah yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengelola hutan guna meningkatkan kesejahteraannya. Selama ini, alokasi lahan hutan untuk masyarakat sangat kecil dibandingkan dengan perusahaan besar. Dengan kebijakan KHDPK, lahan seluas 1,1 juta ha dikeluarkan dari wilayah kerja Perhutani. Untuk mengusulkan PS di lahan KHDPK, masyarakat perlu membentuk kelompok tani hutan, koperasi, atau lembaga desa pengelola hutan, yang kemudian perlu dilegalisasi oleh kepala desa, membuat peta lokasi yang diusulkan, dan melampirkan dokumen keanggotaan. Dokumen ini dikirim ke Kementerian LHK melalui surat permohonan.
Untuk menjawab pertanyaan BPD, Sungging menjelaskan bahwa Perdes atau Peraturan Desa diperlukan sebagai payung hukum yang menaungi seluruh aktivitas masyarakat di hutan. Selama ini, pemanfaatan hutan oleh masyarakat tidak memiliki aturan hukum dalam skala lokal desa. Perdes akan memberikan dasar hukum untuk mengatur aktivitas dan menyelesaikan masalah lokal yang seringkali tidak terakomodasi oleh kebijakan pusat.
Dari Musyawarah Desa Limpakuwus telah menghasilkan beberapa point kesepakatan :
1. Tersusunnya norma-norma umum pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati di Desa Limpakuwus.
2. Terbentuknya Tim Desa untuk : Penyusunan Perdes PPSDA, Pengusulan Perhutanan Sosial, Pemetaan lahan dan pendataan biodiversitas.
3. Tersusunnya rencana kerja tim desa.
Dalam sesi penutupan, Kepala Desa Limpakuwus mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal yang penting dalam upaya pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam hayati desa. Melalui perencanaan dan kebijakan yang matang, diharapkan masyarakat dapat mengelola hutan secara mandiri, meningkatkan kesejahteraan, dan menjaga kelestarian lingkungan.(Redaksi)
Baseh, 25 November 2022 – Pemerintah Desa Baseh menggelar Musyawarah Desa (Musdes) bersama Perhimpunan Burung Indonesia. Kegiatan ini merupakan rangkaian tindaklanjut dari kesepakatan dalam Semiloka. Acara berlangsung dari pukul 13.00 WIB, bertempat di Aula Balai Desa Baseh dan dihadiri oleh 35 peserta yang terdiri dari unsur pemerintah desa, BPD, KTH, PKK, pemuda, tokoh agama, tokoh masyarakat, Babinkamtibmas, dan pendamping lokal desa.
Pada sesi sambutan, Kepala Desa Baseh Amin Fauzan menyampaikan rasa antusiasme dan harapan besar jika desa dapat dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Beliau menekankan pentingnya musyawarah ini sebagai langkah awal untuk memberdayakan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam yang ada.
Dalam kapasitas sebagai Pokja PS dan perwakilan Burung Indonesia, Sungging menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Desa, jajaran BPD, dan masyarakat yang telah memberi kesempatan untuk memaparkan materi tentang kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati Desa Baseh. Potensi tersebut meliputi lahan, pohon, satwa, air, dan tumbuhan eksotis. Sayangnya, potensi ini seringkali kurang dipandang sebagai aset berharga, sehingga pihak-pihak yang memanfaatkannya secara tidak ramah lingkungan tidak dianggap merugikan desa.
Untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan memiliki atas aset tersebut, kita perlu memahami kebijakan Perhutanan Sosial (P.9/2021 & SK.287/2022) yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui pemanfaatan hutan. Desa Baseh sebenarnya telah mengelola aset alam seperti Curug Gomblang, namun manfaatnya belum optimal karena tata kelola dan legalitas yang belum sepenuhnya diurus. Jika dikelola dengan baik seperti yang dilakukan oleh LMDH Gempita di Desa Ketenger, yang membuka wisata Curug Jenggala dan Curug Bayan, masyarakat bisa meningkatkan pendapatannya dan menciptakan lapangan kerja baru. LMDH Gempita telah memiliki izin PS skema Kemitraan dari KLHK selama 35 tahun, yang memberikan perlindungan dan pengakuan dari pemerintah untuk mengelola hutan,” lanjut Sungging.
Untuk menyempurnakan PS nantinya, desa perlu memiliki perdes yang berfungsi sebagai payung hukum bagi seluruh kegiatan masyarakat di hutan. Mengingat kebijakan PS ini masih tergolong baru, sosialisasi dan dialog seperti ini sangat diperlukan,”imbuhnya.
Dalam sesi tanya jawab, muncul pertanyaan dari tokoh masyarakat yang meminta penjelasan sebelum ada Perhutanan Sosial, dahulu ada PHBM, apakah ini sama atau bagaimana, apakah masyarakat didalam PS ini masyarakat masih boleh memanfaatkan hutan untuk budidaya kapulaga. Kemudian dari Pendamping Kehutanan Swadaya Masyarakat mengatakan sudah lama mendengar isu soal PS ini, namun masih simpang siur, untuk itu perlu penjelasan lebih teknis, apa bedanya PS dan KHDPK. Dari BPD menegaskan soal Perdes ini penting karena kemarin ada warga yang terkena kasus hukum karena menangkap burung. Kami berharap Perdes ini nantinya bisa menjadi solusi atas masalah-masalah seperti ini.
Menanggapi beberapa pertanyaan peserta Musdes, Sungging menjelaskan bahwa PHBM juga bagian dari konsep PS yang dijalankan oleh Perhutani. PS di era pemerintahan sekarang memperbaiki kekurangan yang ada di PHBM dan mengambil alih peran perusahaan dalam hal pemberdayaan masyarakat. PS di lahan KHDPK memungkinkan masyarakat mengelola hutan secara mandiri. Di Desa Baseh, lahan KHDPK sekitar 70 hektar dan masih terdapat hutan produksi yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya seperti kapulaga.
Perhutanan Sosial di lahan KHDPK berbeda dengan PS di lahan Perhutani. PS di lahan KHDPK memungkinkan masyarakat mengajukan izin pengelolaan hutan tanpa campur tangan Perhutani. Syaratnya masyarakat membentuk kelompok-kelompok seperti KTH, Koperasi, atau Lembaga Desa Pengelola Hutan yang dilegalisasi oleh kepala desa.
Atas kasus penangkapan warga oleh Gakkum KLHK ini saya merasa prihatin. Kasus-kasus semacam ini seharusnya bisa diselesaikan di tingkat desa. Saya sependapat dengan BPD bahwa perlu ada sosialisasi dan regulasi di tingkat desa untuk mencegah kasus serupa terulang.
Musyawarah desa menghasilkan point-point kesepakatan diantaranya :
1. Tersusunnya norma-norma umum pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati di Desa Baseh.
2. Terbentuknya Tim Desa untuk penyusunan Perdes PPSDA, pengusulan PS, pemetaan lahan, dan pendataan biodiversity.
3. Tersusunnya rencana kerja tim desa.
Dengan adanya musyawarah ini, diharapkan Desa Baseh dapat mengelola kekayaan alamnya dengan lebih baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat,”tegas Kades. (Redaksi)
Windujaya, 24 November 2022 – Pemerintah Desa Windujaya bersama Perhimpunan Burung Indonesia menyelenggarakan Musyawarah Desa (Musdes) di aula balai desa Windujaya. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Semiloka Multipihak yang diadakan pada bulan September di CDK VI. Acara dimulai pukul 13.30 WIB dan dihadiri oleh 27 peserta yang terdiri dari perwakilan Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Masyarakat Desa Hutan/Kelompok Tani Hutan (LMDH/KTH), tokoh pemuda, dan pengurus RT.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Windujaya Darto, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Sungging dari Pokja PS dan petugas Burung Indonesia yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Beliau menyampaikan pentingnya menjaga dan memanfaatkan lingkungan secara bijaksana. Melalui sosialisasi mengenai peraturan desa (Perdes) pelestarian dan pemanfaatan hutan, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan.
Sambutan selanjutnya disampaikan Edi Maryanto selaku perwakilan dari BPD. Ia menekankan perlunya inisiatif untuk membuat Perdes tentang pelestarian dan pemanfaatan hutan. Hal ini penting karena banyak masyarakat yang bergantung pada hutan untuk kehidupan sehari-hari. Perdes akan memberikan panduan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pemanfaatan hutan, serta menyosialisasikan konsep perhutanan sosial yang masih baru bagi banyak orang.
Dalam kapasitas sebagai Pokja PS dan pendamping program Burung Indonesia, Sungging menyampaikan apresiasi atas kesempatan yang diberikan untuk berbagi informasi tentang kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati di Desa Windujaya. Ia menjelaskan bahwa banyak aset hutan, seperti pohon, satwa, air, dan tumbuhan eksotis, sering kali tidak dianggap sebagai aset berharga. Untuk itu, penting bagi masyarakat untuk memahami kebijakan Perhutanan Sosial (P.9/2021 & SK.287/2022) yang memberikan peluang peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan hutan.
Sebagai contoh, Sungging menyebut Desa Ketenger yang telah berhasil mengelola wisata Curug Jenggala dan Curug Bayan berkat ijin Perhutanan Sosial skema Kemitraan dari KLHK. Desa Windujaya juga diharapkan dapat mengikuti jejak ini dengan menyusun Perdes PPSDA untuk memayungi kegiatan masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Dalam sesi tanya jawab, Kepala Desa menanyakan tentang kemungkinan pengelolaan hutan oleh desa mengingat wilayah hutan Windujaya belum masuk dalam KHDPK. Kemudian perwakilan BPD menekankan pentingnya dukungan pemerintahan desa dalam pembuatan Perdes PPSDA sebagai payung dari seluruh kegiatan pengelolaan hutan di desa. Wakil Pemuda desa juga bertanya tentang jenis usaha yang dapat dikembangkan di hutan setelah adanya PS dan peraturan yang mengatur pemanfaatan hutan.
Merespon beberapa pertanyaan penting dari Kepala Desa, BPD dan wakil pemuda, Sungging menjelaskan beberapa hal penting seperti kebijakan KHDPK (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus). Meskipun wilayah hutan WIndujaya tidak masuk KHDPK, LMDH atau KTH tetap dapat mengajukan ijin Perhutanan Sosial dengan skema Kemitraan. Untuk itu, perlu disiapkan kelompoknya, aspek legalitas, pemetaan, dan pendataan biodiversity yang bisa difasilitasi oleh Burung Indonesia. Secara teknis, hutan produksi di Windujaya dapat dikembangkan untuk budidaya kayu, non-kayu, tanaman obat, dan wisata, dengan membentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) untuk memudahkan pengelolaan usaha.
Diakhir sesi Musyawarah Desa telah menghasilkan point-point kesepakatan diantaranya :
1. Tersusunnya norma-norma umum pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati di Desa Windujaya.
2. Terbentuknya Tim Desa untuk penyusunan Perdes PPSDA, pengusulan PS, pemetaan lahan, dan pendataan biodiversity.
3. Tersusunnya rencana kerja tim desa.
Melalui musyawarah ini, diharapkan Desa Windujaya dapat mengoptimalkan potensi hutan dan sumber daya alamnya secara berkelanjutan dan bijaksana, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menjaga kelestarian lingkungan,” Pungkas Kepala Desa.(Redaksi)
Kemutug Lor, 5 Oktober 2022 – Pemerintah Desa Kemutug Lor bersama dengan Perhimpunan Burung Indonesia menggelar Musyawarah Desa (Musdes) di aula balai desa Kemutug Lor. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Semiloka Multipihak yang bertujuan untuk membahas pengelolaan sumber daya alam hayati di desa tersebut. Acara dimulai pada pukul 20.00 WIB dan dihadiri oleh 35 peserta yang terdiri dari perwakilan Pemerintah Desa, BPD, LMDH/KTH, tokoh pemuda, tokoh perempuan (PKK), tokoh masyarakat, pendamping desa dari KemendesPDT, Babinsa, dan Babinkamtibmas.
Kepala Desa Kemutug Lor Sarwono dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Burung Indonesia yang diwakili oleh Sungging atas kesediaannya memfasilitasi Musdes ini. Beliau menyampaikan harapannya agar kesejahteraan masyarakat dapat meningkat melalui program Perhutanan Sosial. Selain itu, beliau menekankan pentingnya menyusun peraturan desa (Perdes) untuk memayungi masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam hayati secara berkelanjutan.
Junaedi Paripurna, perwakilan BPD, menyampaikan bahwa inisiatif untuk menyusun Perdes Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam (PPSDA) adalah langkah yang baik yang didorong oleh Burung Indonesia. Desa Kemutug Lor memiliki hutan yang luas, namun saat ini sebagian besar dikelola oleh Perhutani, Palawi, dan vendor wisata lainnya. Dengan adanya Perdes, diharapkan peran masyarakat dalam mengelola hutan dapat ditingkatkan dan lingkungan tetap lestari.
Sungging, mewakili Burung Indonesia menekankan pentingnya melihat kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati di Desa Kemutug Lor sebagai aset berharga. Ia menjelaskan bahwa Perhutanan Sosial (PS) sesuai dengan kebijakan pemerintah (P.9/2021 & SK.287/2022) memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui berbagai usaha kehutanan, seperti yang dilakukan LMDH Wana Lestari di Desa Karangsalam Lor. Pentingnya Perdes PPSDA adalah untuk memayungi kegiatan masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Daryono, mewakili LMDH, mengungkapkan bahwa sebagai mitra Perhutani dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), LMDH belum mendapat peran yang optimal karena hutan di Kemutug Lor telah banyak dikelola pihak lain. Meskipun LMDH telah memulai program konservasi, secara ekonomi manfaatnya belum optimal. Melalui PS, diharapkan LMDH dapat mengelola hutan secara lebih baik.
Dalam sesi tanya jawab, Kepala Desa menanyakan dengan masuknya hutan Desa Kemutug Lor ke dalam KHDPK berdasarkan SK MenLHK No.287/2022, apakah desa dapat mengelolanya, apa yang harus disiapkan.
Pernyataan juga disampaikan oleh perwakilan BPD, yang menegaskan agar masyarakat perlu disiapkan untuk memanfaatkan peluang dari KHDPK ini.
Dari KUPS menanyakan perihal mekanisme penataan kelembagaan PS dan kaitannya dengan pengembangan usaha.
Merespon pertanyaan yang telah disampaikan, Sungging menyampaikan beberapa hal diantaranya desa bisa mengajukan izin Perhutanan Sosial skema hutan desa atau Hkm. Untuk persiapan, LMDH atau kelompok perlu menyiapkan legalitasnya, melakukan pemetaan dan pendataan biodiversitas, serta mengajukan proposal. Dukungan BPD juga sangat diperlukan dalam pembuatan Perdes PPSDA sebagai payung kegiatan pengelolaan hutan. Soal penataan kelembagaan PS sangat penting. KUPS, sebagai unit usaha dari KTH/LMDH, harus memiliki legalitas sendiri tetapi tetap berada di bawah KTH. Penting untuk mencegah konflik antara KUPS dan KTH, dan fokus pada pengembangan usaha ekonomi serta perlindungan lingkungan. Sebagai bentuk komitmen, Burung Indonesia siap memfasilitasi proses ini
Dari Musyawarah desa ini telah dihasilkan beberapa poin kesepakatan diantaranya :
Tersusunnya norma-norma umum pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati di Desa Kemutug Lor.
Terbentuknya tim desa untuk penyusunan Perdes PPSDA, pengusulan PS, pemetaan lahan, dan pendataan biodiversitas.
Tersusunnya rencana kerja tim desa.
Musyawarah Desa Kemutug Lor ini menjadi langkah awal penting dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan hutan melalui Perhutanan Sosial, dengan dukungan regulasi yang memadai untuk kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.(Redaksi)